Kamis, 21 Oktober 2010

TIPS MENCEGAH KEJAHATAN MEMANFAATKAN TRANCE / HIPNOTIS

(Saya dapat dari Email, semoga bermanfaat)

Apakah kejadian yang beberapa kali muncul di berita ini menggunakan hipnosis?

Terus terang, informasi saya terbatas, karena saya belum berkesempatan untuk ketemu langsung dengan korban, apalagi pelaku yang katanya sudah tertangkap sebagian. Maka, penilaian saya ini sifatnya sementara sebab hanya didasarkan pada Informasi terbatas dari televisi dan rekaman videonya.

Jawaban saya: ya dan tidak. Ya, jika hipnosis hanya dipandang sebagai sebuah fenomena trance semata. Trance adalah fenomena alamiah manusia, ketika seseorang berada dalam kondisi pikiran yang sangat terfokus, sangat rileks. Dalam kondisi ini, pikiran kritis ter-by pass karenanya seseorang dapat merespon berbagai stimulus berupa sugesti dan memunculkan perilaku seolah tanpa disadari.

Tanpa disadari?

Ya, karena lebih banyak perilaku manusia terjadi tidak disadari, dan jauh lebih sedikit yang disadari. Sebagai contoh, saat seseorang dipanggil oleh bosnya dengan nada suara tertentu, ia tidak sekedar menyahut. Tapi bisa langsung segera menyiapkan laporan yang memang sedang ditunggu-tunggu. Nah, dia ini trance. Sebab mestinya respon yang dilakukan secara sadar kan cukup menyahut. Tapi tanpa ia sadari, ia melakukan berbagai aktivitas untuk menyiapkan laporan secara otomatis, tanpa perlu berpikir secara ‘sadar’.

Kata ‘sadar’ sengaja saya beri tanda kutip, karena memang sampai sekarang ada banyak penafsiran. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan sadar? Sebab setiap kali seseorang baru belajar hipnosis, ia pasti mengatakan, “Saya sadar sepenuhnya kok. Ingat betul apa yang dikatakan oleh terapis saya.”

Ya memang demikianlah. Orang yang mengalami hipnosis pasti sadar sepenuhnya apa yang terjadi. Ia mengikuti sugesti karena memang ia memutuskan untuk demikian, karena memang ia mengizinkannya.



Jadi, orang dihipnosis itu sadar atau tidak?

Saya katakan, sadar. Hanya sadar pada hal yang berbeda dari yang biasa ia sadari. Semisal, sebelum membaca tulisan ini Anda sedang menyadari pekerjaan Anda, maka saat membaca tulisan ini (yang sedang membuat Anda trance), maka Anda jadi menyadari apa yang Anda baca, namun pada saat yang sama tidak menyadari pekerjaan Anda. Sama persis dengan ketika Anda sedang terpaku pada tayangan di televisi, sampai-sampai tidak menyahut saat kawan Anda menyapa.

Maka orang yang menjadi korban kejahatan biasanya sadar akan apa yang terjadi, hanya ia belum sadar jika ia sedang dikerjai. Ia hanya sadar sedang berbuat sesuatu, namun belum tahu makna dari kegiatannya itu.

Sebagai contoh, ada orang yang sedang memikirkan masa berlaku kartu jaminan asuransinya, tiba-tiba diminta oleh petugas bank untuk menunjukkan KTP, lalu yang ia tunjukkan adalah kartu asuransinya. Seperti itu pula lah yang terjadi dengan seseorang yang ditepuk, lalu si penjahat mengucapkan berbagai hal yang membingungkan, sang korban merasa “hang”, dan akhirnya mengikuti instruksi penjahat tersebut. Atau segerombolan penjahat mengepung seseorang dan melakukan berbagai aktivitas yang membingungkan, lalu di tengah kebingungan itu ia pun mengikuti instruksi yang diberikan.

Ada banyak teori yang bisa menjelaskan mengapa hal seperti ini bisa terjadi. Namun karena saya tidak ingin menjadikan bahasan ini terlalu rumit, maka kita ambil gampangnya saja. Pikiran manusia beroperasi layaknya sebuah loop dalam program komputer. Sekali dinyalakan, maka ia harus tuntas. Jika tidak tuntas, atau dihentikan tiba-tiba, ia akan hang. Dalam kondisi hang alias nggantung inilah pikiran manusia terbuka untuk berbagai sugesti. Dari ranah psikologi kognitif kita belajar tentang cognitive dissonance alias sebuah kondisi pikiran yang tidak setimbang dan berusaha menyeimbangkan dirinya. Dan tepukan, pertanyaan terbuka, pembingungan, adalah beberapa cara yang bisa digunakan untuk menciptakan kondisi hang ini.

Loh, katanya hipnosis baru bisa bekerja atas persetujuan klien? Kenapa yang model hang begini bisa jalan?

Ya, hipnosis baru bisa berjalan dengan persetujuan klien. Maka dari itu, para penjahat menggunakan pola kalimat yang sudah disusun sedemikian rupa sehingga klien setuju tanpa menyadari bahwa ia sedang ditipu.

Misalnya, kalimat “Serahkan uang Anda 10 juta” tentu akan menimbulkan resistensi. Tapi kalau polanya diganti dengan, “Ibu dapat hadiah 1 miliar nih. Untuk mencairkannya cukup transfer ke rekening ini sejumlah 10 juta,” tentu akan lain ceritanya, padahal esensi keduanya sama.

Cukup ya contohnya, karena saya tidak ingin justru jadi inspirasi bagi orang yang berniat jahat. Yang ingin tahu lebih lanjut mari kita kopi darat saja.

Pada intinya begini. Level kesadaran manusia itu berlapis. Sekiranya sesuatu masih berada di batas norma, maka ia sangat mungkin ditembus. Namun jika sudah masuk ke dalam level keyakinan, maka umumnya manusia punya mekanisme pertahanan diri yang kokoh. Dan memang inilah salah satu fungsi pikiran asadar (unconscious), melindung sang diri dari berbagai hal yang mengancam. Misalnya, Anda buat seseorang trance lalu minta dia untuk telanjang di depan umum. Saya jamin sangat sulit, kalau enggan mengatakan tidak bisa. Namun dengan sedikit trik dan “kesabaran” pelaku, seorang lelaki bisa mengajak seorang gadis berhubungan seksual di luar nikah secara suka rela.

Pake hipnosis?

Nggak perlu. Pake rayuan biasa—yang tentunya juga punya efek trance—juga bisa. Bukankah Anda pernah mendengar ABG yang menikah karena hamil sebelum menikah?

Sisi lain, fakta seperti ini pula lah yang menjelaskan mengapa para korban, cepat atau lambat, pasti akan sadar akan apa yang terjadi pada mereka, karena sugesti yang dimasukkan memang tidak permanen, akibat berlangsung dengan sangat cepat. Sebab jika tidak cepat dan pakai post hypnotic suggestion segala, tentu korban akan cepat sadar sedang dikerjai.

Lalu, bagaimana dengan jawaban yang “tidak”? Alias kejahatan tersebut bukanlah menggunakan hipnosis?

Penjelasan saya seperti ini.

Kata “trance” sudah ada dalam bahasa Inggris sejak dulu. Dalam banyak novel berbahasa Inggris, kata ini banyak digunakan, menandakan ia adalah kondisi alamiah yang memang sudah disadari oleh manusia sejak dulu kala. Sementara itu, kata hipnosis sendiri adalah kata gubahan James Braid, memodifikasi nama Hypnos sang dewa tidur. Yang kemudian ketika disadari tidak tepat mewakili ilmu yang sebenarnya, maka ia ganti menjadi neurypnology. Cuman karena kata hipnosis sudah kadung popular, plus (mungkin) kata penggantinya relatif kompleks, maka sampai sekarang orang mengenal ilmu ini sebagai hipnosis.

Nah, maka saya pribadi berpendapat bahwa hipnosis adalah ilmu yang memanfaatkan trance secara sistematik dan saintifik. Sehingga, sebuah kejahatan baru bisa disebut sebagai kejahatan hipnosis jika memang pelakunya secara sadar menggunakan ilmu sistematik ini yang juga ia pelajari secara sistematik. Namun karena fenomena trance adalah fenomena alamiah, maka sangat mungkin ada banyak orang yang mampu memanfaatkannya tanpa belajar ilmu hipnosis. Nah, dalam konteks inilah saya tidak sepakat jika dikatakan kejahatan penipuan dan perampokan sebagai kejahatan hipnosis. Kecuali jika memang pelakunya tahu persis ilmu hipnosis ini.

Penjelasan yang terakhir ini saya anggap perlu, agar masyarakat dapat menilai hipnosis secara fair dan tidak gebyak uyah alias menyamaratakan semua praktisi hipnosis. Bahwa mungkin saja ada praktisi hipnosis bersertifikat yang melakukan kejahatan, tentu mungkin-mungkin saja. Meskipun menurut saya ia kurang cerdas. La wong hasil ngobyek di ruang praktik jauh lebih gedhe dan halal kok. Hehehe…

Anyway, sebuah pertanyaan yang jauh lebih penting kemudian adalah: bagaimana mencegah dan mengatasinya?

Ya sama dengan cara mencegah dan mengatasi kondisi trance lain. Berikut ini tips dari saya, melengkapi tips dari para pakar dan kawan-kawan yang juga sudah mempublikasikan pemikirannya.

Waspada.

Apa sih waspada? Dalam bahasa NLP, waspada adalah kondisi uptime, yakni ketika seluruh pikiran dan perasaan kita fokus pada hal-hal yang ada di luar diri. Trance terjadi ketika Anda mulai “masuk” alias berpikir ke dalam diri. Bagi orang yang berpengalaman, akan sangat mudah menandai apakah seseorang sudah trance atau belum. Kegiatan seperti bengong, melamun, SMS-an, BBM-an, dkk jelas masuk dalam kategori trance karena seseorang umumnya sedang membayangkan sesuatu, mendengarkan sesuatu (self talk), atau merasakan sesuatu dalam dirinya.

Nah, maka dari itu, mulai sekarang dan seterusnya, setiap kali Anda berada di tempat-tempat umum, usahakan untuk sesedikit mungkin berpikir ke dalam. Sadari apa yang ada di sekeliling. Lihat apa yang Anda lihat, dengar apa yang Anda dengar, rasakan apa yang Anda rasakan, di luar diri Anda. Anda akan merasakan tubuh Anda dalam kondisi yang seimbang. Efeknya adalah ekspresi Anda yang juga berubah menjadi lebih percaya diri, firm. Maka kemungkinan Anda untuk jadi sasaran pun lebih kecil.

Berdoa.

Jika Anda sudah biasa berdoa sebelum berpergian, silakan sadari apakah setelah berdoa Anda menjadi lebih waspada dan yakin dengan diri Anda. Jika sudah, bagus. Jika belum, maka Anda perlu berdoa dengan penghayatan yang lebih dalam.

Caranya?

Sebelum keluar rumah, duduk atau berdiri dengan tenang dan rileks. Bacalah doa dengan perlahan, hayati maknanya. Hadirkan rasa aman karena merasa yakin akan perlindungan Tuhan. Tuhan selalu punya skenario yang seringkali belum bisa kita pahami. Maka apapun yang terjadi adalah skenarioNya. Pun jika ada sesuatu yang tidak Anda inginkan terjadi, yakinlah bahwa Dia punya maksud baik. Tidak ada satu orang pun yang bisa menjahati Anda jika bukan karena izinNya.

Mungkin Anda merasakan perasaan aman dan nyaman ini di satu titik di tubuh Anda. Maka silakan sebarkan ke seluruh tubuh. Dan rasakan ia membentuk selubung yang melindungi diri Anda. Semisal, saya biasa mengucapkan “Allahu Akbar” dan membayangkan sebuah selubung melindungi diri saya, sehingga saya begitu kecil. Jika saya kecil, maka orang lain pun kecil di hadapan kebesaran Tuhan.

Sesampainya di tempat tujuan, Anda dapat melakukan proses berdoa yang sama untuk menjalankan aktivitas Anda. Semisal, Anda bekerja di kantor, toko, dll. Maka berdoalah agar pekerjaan Anda lancar dan aman serta mendatangkan banyak rezeki yang halal. Wah, bonus nih. Hehehe…

Lakukan semua prosedur.

Banyak kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat jahat pelakunya, tapi juga karena ada kesempata. Begitu kata Bang Napi. Jadi, jalankan berbagai aturan yang ada sesuai aturannya. Baik itu di pekerjaan atau jalanan. Sebab melanggar aturan sejatinya menggoyahkan state yakin Anda, tanpa Anda sadari. Misalnya, seorang kawan nekat melanggar lampu merah. Baru lewat, eh, ketahuan sama Pak Polisi. Karena takut, akhirnya ia menuruti semua perkataan beliau. Pun ketika akhirnya diminta untuk “berdamai” saja. Hehehe…

Terdengar familiar?

Ya. Saya pun pernah mengalaminya. Saya menurut karena saya merasa bersalah. Maka keyakinan saya pun goyah. Nah, kondisi goyah seperti ini sangat mudah dikenali oleh pelaku kejahatan, untuk kemudian dimanfaatkan olehnya.

Intinya, menjalankan segala sesuatu sesuai prosedur memberikan Anda ketenangan dan keyakinan, dan ujungnya, kewaspadaan.

Cermati Tanda-tanda Trance

Meskipun sudah waspada, bukan tidak mungkin jika pelaku tetap nekat untuk mengerjai Anda. Saya pun mengalaminya beberapa kali. Modusnya macam-macam, seperti sudah saya jelaskan di atas, namun prinsipnya adalah mereka selalu melakukan sesuatu yang mengajak Anda untuk masuk ke dalam, alias trance tadi itu.

Caranya?

Membuat bingung. Misalnya dengan mengerumuni seseorang.

Membuat hang. Umumnya dengan menepuk bahu, menginjak kaki, mengajak bersalaman lalu melakukan gerakan lain, dll.

Membuka loop. “Eh, apa kabar? Udah lama nggak ketemu nih.” Pernyataan seperti ini akan membuat pikiran kita “terbuka” dan berusaha mencari sesuatu Informasi yang bisa menutupnya.

Dan banyak cara lain. Kejadian di Lampung itu sepertinya menggunakan berbagai kombinasi pola sehingga efeknya semakin kuat.

Apa dong yang mesti dilakukan?

Katakan pada diri Anda,”Tenang…tenang…tenang. Waspada!” sambil Anda mengatur nafas Anda, dan berikan hentakan pada kata terakhir. Stop “masuk” ke dalam, dan fokus ke luar, yang ada di sekeliling Anda. Setelah itu Anda sudah bisa mengendalikan diri Anda lagi, dan segera ambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah efek kejahatan (jika memang ada indikasi kesana).

Saya ingat pernah menerima sebuah telepon yang menggunakan metode membuka loop. Begitu menyadari mulai trance, saya pun segera melakukan hal di atas, sehingga bisa balik mengerjai sang penelepon.

Halo, siapa nih?

Halo! Apa kabar?

Ya, ini siapa?

Ah, lupa sama temannya. Kalau ada perlu aja baru ngontak. Sekarang lupa.

Siapa ya?

Coba siapa coba.

Siapa sih?

Coba siapa temen yang di kepolisian?

(Di titik ini saya mulai sadar, dan berhasil melakukan utilisasi)

Ooooh…Bejo! Apa kabar lu? Ah, belagu amat pake logat Batak segala!

Eh, bukan!

Alah…gw apal kok aslinya elu. Mau apa? Pake ngaku-ngaku dari kepolisian lagi.

Heh! Kamu jangan main-main ya?

Gini aja deh. Lu tahu siapa gua? Nanti gw kontak deh bos lu. Kalau lu butuh duit bilang aja. Dan cari yang halal.

Tuuuuuut…dan telepon pun ditutup.

Alhamdulillah, saya dan kawan saya selamat.

Kejadian lain dialami oleh seorang kawan di ATM. Saat ia ditepuk, menoleh, lalu ditegur dengan heboh, “Oi! Sombong amat sama teman lama!”, kawan saya sempat tertegun. Namun seketika sadar ia tidak mengenali orang tersebut, ia pun membalas dengan tepukan yang lebih keras ke tangan sang pelaku, “Ah, sok kenal lu! Sana!”

Sang pelaku pun bengong sambil megang tangannya yang sepertinya kesakitan.

Demikianlah. Karena trance adalah kondisi alamiah, maka setiap orang, praktisi hipnosis sekalipun, selalu bisa mengalaminya. Jika langkah-langkah preventif sudah dilakukan, maka pasrahkan saja semuanya. Jalani hidup dengan tenang dan ikhlas. Kalaupun kena juga, tentunya ada maksud baik Tuhan agar kita belajar sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar